Problematika Kewarganegaraan: Anak-Anak Perkawinan Campuran Butuh Keadilan

1 month ago 16
ARTICLE AD BOX
Diskusi yang digelar Rabu (23/10/2024), di Sirangon Restaurant Denpasar ini menarik perhatian berbagai pihak, terutama terkait tantangan yang dihadapi oleh anak-anak hasil perkawinan campuran dalam proses kembali menjadi warga negara Indonesia (WNI).

Analia Trisna, Ketua Umum DPP HAKAN, menekankan pentingnya revisi ini bagi anggotanya. Ia mengungkapkan, “Mereka menjadi WNA karena melakukan studi di luar negeri, padahal sebelumnya WNI bahkan SD, SMP, dan SMA di Indonesia.” 

Pernyataan ini menggambarkan kerisauan banyak anggota HAKAN yang merasa diabaikan oleh regulasi saat ini. “Kami ingin proses untuk kembali menjadi WNI jangan disamakan dengan WNA murni; prosesnya dibedakan dan dimudahkan untuk membangun Indonesia tentunya untuk berkarya di Indonesia,” cetus Analia.

Melany Dian Risiyanti, Ketua DPD HAKAN Bali, menjelaskan bahwa tujuan dari diskusi ini adalah untuk menjembatani kepentingan anak-anak hasil perkawinan campuran dengan pemerintah. “Anak-anak itu adalah aset dari negara kita ini. Jadi kami berharap supaya pemerintah memberikan kemudahan.”

“Kami sudah melakukan roadshow yang akan terus berlanjut ke seluruh Indonesia, dan kita berharap temuan-temuan dari hasil diskusi kita akan membawa perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 ini,”  kata Melany menunjukkan komitmen HAKAN untuk mendorong perubahan regulasi yang lebih inklusif.

Pramella Yunidar Pasaribu, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, menjelaskan bahwa kewarganegaraan adalah hal mendasar yang harus dihormati. “Kami di Kantor Wilayah Kemenkumham Bali siap membantu masyarakat, khususnya keluarga perkawinan campur dan anak berkewarganegaraan ganda, dalam mengatasi segala kendala yang terkait dengan kewarganegaraan.” 

Namun, meskipun ada upaya dari pemerintah, tantangan dalam proses pengajuan kewarganegaraan tetap ada, dan perlu perhatian lebih lanjut. Karena itu  Zulfikar, Anggota DPRD Provinsi Bali, menyampaikan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan elemen masyarakat sangat penting dalam menghadapi masalah ini. 

“Revisi UU Nomor 12 Tahun 2006 merupakan langkah yang penting untuk menyesuaikan peraturan perundang-undangan dengan dinamika global yang terus berubah. Namun, revisi ini harus dilakukan dengan hati-hati dan mempertimbangkan berbagai aspek, termasuk kepentingan nasional, keamanan negara, dan keadilan.” 

Diskusi ini menggarisbawahi berbagai problematika yang muncul terkait revisi UU Kewarganegaraan, seperti proses administrasi yang kompleks dan perlakuan yang tidak adil bagi anak-anak hasil perkawinan campuran. Diharapkan, masukan dari narasumber dan peserta dapat menjadi bahan rekomendasi bagi HAKAN untuk memperjuangkan perubahan kebijakan yang lebih adil dan mendukung keberagaman serta mobilitas warganya.

Read Entire Article