ARTICLE AD BOX
Hal ini menyusul 60 hari masa kampanye Pilkada 2024 yang berakhir, Sabtu (23/11/2024) ini. Sehingga, Bali bakal memasuki masa tenang selama tiga hari ke depan mulai Minggu (24/11/2024) sebelum hari pencoblosan, Rabu (27/11/2024). Untuk itu, segala bentuk atribut kampanye harus dibongkar.
“Masalahnya kalau (APK) dibongkar, mau disimpan di mana? Karena kantor-kantor kami tidak menyediakan tempat penampungan baliho dan spanduk,” tutur Dewa Dharmadi, ditemui di acara Harmoni Demokrasi Bali Shanti lan Jagadhita yang digelar KPU Bali di Monumen Bajra Sandhi, Niti Mandala, Denpasar, Sabtu malam.
Dewa Dharmadi menyayangkan bahwa APK maupun atribut sosialisasi yang dipasang untuk kampanye itu hanya dipesan dari penyedia jasa dengan ongkos pemasangan saja. Sedangkan, ongkos pembongkaran tidak ada. Mau tidak mau, Satpol PP wajib menertibkannya.
Namun, karena ketidakadaan tempat penampungan sampah bekas APK ini, Satpol PP akhirnya mengembalikan APK itu ke rumah pemenangan masing-masing pasangan calon (paslon). Untuk itu, Dewa Dharmani menilai bahwa semestinya penurunan APK dilakukan secara mandiri oleh tim pemenangan.
“Bekas APK dari pemilu lalu juga masih menumpuk di beberapa kantor Satpol PP kabupaten. Kalau seperti kan jadi persoalan juga, jadi sampah, mau dibuang ke mana? Dikasih pemulung, pemulung juga tidak mau,” tegas birokrat asal Desa Batununggul, Nusa Penida, Klungkung ini.
Jumlah APK ini pun tidak tanggung-tanggung. Itu pun untuk yang resmi dipasang tim pemenangan saja, belum lagi relawan, dan atribut sosialisasi yang masih belum dibongkar. Dewa Dharmadi mengaku, jumlah APK hasil penertiban karena melanggar zona pemasangan mencapai ribuan selama Pilkada 2024 ini.
“Hari ini (Sabtu) saja, baru satu jam kami sudah membongkar 30 buah APK. Bayangkan seperti itu sampai di kabupaten/kota,” ungkap Dewa Dharmadi.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan sudah sempat mewanti-wanti peserta Pilkada di Bali untuk tidak memakai APK khususnya baliho. Sebab, dari pemilu ke pemilu akan berakhir seperti ini, menjadi sampah yang tidak tertangani dan akhirnya mengotori Pulau Dewata.
“Saya sudah mengajak mereka (peserta Pilkada) untuk tidak pasang baliho, itulah akibatnya. Karena itu sudah tidak bisa dibawa ke TPA (tempat pembuangan akhir) lagi,” ujar Lidartawan, ditemui di acara yang sama, Sabtu malam.
KPU Bali mengundang komunitas yang memiliki teknologi mengolah sampah plastik agar memanfaatkan sampah bekas APK ini. Begitu pula peternak yang ingin memanfaatkannya sebagai kandang ternak. “Semuanya gratis,” kata Lidartawan lantaran Satpol PP sudah kewalahan menangani permasalahan yang sama dari pemilu ke pemilu.
“Kalau pun Satpol PP sudah tidak bisa membawa itu (sampah bekas APK) ke mana-mana ya kami taruh saja di tempat di mana mereka pasang,” jelas Lidartawan yang juga eks Ketua KPU Kabupaten Bangli ini. *rat
“Masalahnya kalau (APK) dibongkar, mau disimpan di mana? Karena kantor-kantor kami tidak menyediakan tempat penampungan baliho dan spanduk,” tutur Dewa Dharmadi, ditemui di acara Harmoni Demokrasi Bali Shanti lan Jagadhita yang digelar KPU Bali di Monumen Bajra Sandhi, Niti Mandala, Denpasar, Sabtu malam.
Dewa Dharmadi menyayangkan bahwa APK maupun atribut sosialisasi yang dipasang untuk kampanye itu hanya dipesan dari penyedia jasa dengan ongkos pemasangan saja. Sedangkan, ongkos pembongkaran tidak ada. Mau tidak mau, Satpol PP wajib menertibkannya.
Namun, karena ketidakadaan tempat penampungan sampah bekas APK ini, Satpol PP akhirnya mengembalikan APK itu ke rumah pemenangan masing-masing pasangan calon (paslon). Untuk itu, Dewa Dharmani menilai bahwa semestinya penurunan APK dilakukan secara mandiri oleh tim pemenangan.
“Bekas APK dari pemilu lalu juga masih menumpuk di beberapa kantor Satpol PP kabupaten. Kalau seperti kan jadi persoalan juga, jadi sampah, mau dibuang ke mana? Dikasih pemulung, pemulung juga tidak mau,” tegas birokrat asal Desa Batununggul, Nusa Penida, Klungkung ini.
Jumlah APK ini pun tidak tanggung-tanggung. Itu pun untuk yang resmi dipasang tim pemenangan saja, belum lagi relawan, dan atribut sosialisasi yang masih belum dibongkar. Dewa Dharmadi mengaku, jumlah APK hasil penertiban karena melanggar zona pemasangan mencapai ribuan selama Pilkada 2024 ini.
“Hari ini (Sabtu) saja, baru satu jam kami sudah membongkar 30 buah APK. Bayangkan seperti itu sampai di kabupaten/kota,” ungkap Dewa Dharmadi.
Sementara itu, Ketua KPU Provinsi Bali I Dewa Agung Gede Lidartawan sudah sempat mewanti-wanti peserta Pilkada di Bali untuk tidak memakai APK khususnya baliho. Sebab, dari pemilu ke pemilu akan berakhir seperti ini, menjadi sampah yang tidak tertangani dan akhirnya mengotori Pulau Dewata.
“Saya sudah mengajak mereka (peserta Pilkada) untuk tidak pasang baliho, itulah akibatnya. Karena itu sudah tidak bisa dibawa ke TPA (tempat pembuangan akhir) lagi,” ujar Lidartawan, ditemui di acara yang sama, Sabtu malam.
KPU Bali mengundang komunitas yang memiliki teknologi mengolah sampah plastik agar memanfaatkan sampah bekas APK ini. Begitu pula peternak yang ingin memanfaatkannya sebagai kandang ternak. “Semuanya gratis,” kata Lidartawan lantaran Satpol PP sudah kewalahan menangani permasalahan yang sama dari pemilu ke pemilu.
“Kalau pun Satpol PP sudah tidak bisa membawa itu (sampah bekas APK) ke mana-mana ya kami taruh saja di tempat di mana mereka pasang,” jelas Lidartawan yang juga eks Ketua KPU Kabupaten Bangli ini. *rat