Yowana Buleleng Lontarkan Gagasan Institut Adat Bali

4 days ago 2
ARTICLE AD BOX
Kampanye dikemas dengan Diskusi Memikat (Sikat) yang berlangsung dialog dua arah. Salah satu hal menarik yang muncul saat diskusi, yakni persoalan Museum Lontar Gedong Kirtya hingga tantangan untuk membangun Institut Adat Istiadat Bali.

Dua persoalan itu disampaikan oleh Ketua Yowana Majelis Desa Adat Buleleng I Gede Arya Septiawan. Pemuda asal Lingkungan Banjar Paketan, Kelurahan Paket Agung, Kecamatan/Kabupaten Buleleng ini mengapresiasi upaya melestarikan seni, budaya, adat dan tradisi dengan berbagai program. Hanya saja sejauh ini Arya melihat ada beberapa hal yang perlu perhatian khusus.

“Pelestarian seni, budaya dan tradisi, kedudukan aksara dan bahasa menguat. Namun setelah bapak purna tugas pelaksanaan bulan bahasa di desa adat seakan hanya formalitas saja. Keterlibatan pemuda dalam adat istiadat sejauh ini juga masih dangkal. Di pikiran pemuda pelestarian adat istiadat itu adalah membuat ogoh-ogoh, apa bisa ke depan dibangun institut adat istiadat Bali untuk menindaklanjuti hal ini,” terang Arya Septiawan.

Persoalan lain yang diungkapkannya terkait keberadaan Museum Lontar Gedong Kirtya. Segmentasi yang sangat khusus dengan koleksi lontar-lontar kuno menurutnya perlu penataan yang komprehensif. Dan juga masih banyak lontar-lontar dan naskah kuno koleksi Gedong Kirtya yang saat ini masih berada di luar negeri termasuk di Pusat Dokumentasi (Pusdok) Bali.

Menjawab persoalan tersebut Cagub Wayan Koster didampingi Calon Wakil Bupati (Cawabup) Buleleng Nomor Urut 2 Gede Supriatna mengapresiasi terobosan yang diutarakan pemuda Buleleng. Menurutnya usulan pembangunan Institut Adat dan Budaya sangat mengejutkan dan sangat dimungkinkan di Bali yang selama ini terkenal dengan seni budaya dan adat istiadatnya.

Menurut Koster, Institut Adat Istiadat Bali akan membidangi masalah adat dan tradisi Bali yang menjadi kearifan lokal. Unsur ini berbeda dengan seni dan budaya yang sudah dinaungi oleh Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Adat istiadat menurut politisi asal Desa Sembiran, Kecamatan Tejakula, Buleleng ini merupakan entitas terkecil negara. Adat istiadat dengan otoritas khususnya memiliki wilayah, warga, tatanan legislatif, yudikatif, lembaga perekonomian riil, perarem dan awig-awig.

“Pelestarian adat istiadat, tradisi dan kearifan lokal selain melalui pendidikan dasar, menengah dan atas melalui pasraman, di pendidikan tinggi juga perlu menjadi lembaga permanen untuk menjaga adat istiadat dan tradisi Bali. Ini bisa kita bangun dari anggaran Pemprov Bali,” imbuh Ketua DPD PDI Perjuangan Provinsi Bali ini.

Koster pun menyebut, adat istiadat Bali yang sangat komplek membuat banyak hal yang bisa dipelajari. Mulai dari belajar desa adat, ekonomi adat, hukum adat, keuangan adat, dan hal terkait lainnya. Lulusan institut ini pun bisa diarahkan sebagai pemimpin adat, pengelola LPD atau badan usaha desa adat sebagai ekonomi lokal Bali, hingga menjadi pengusaha.

Sementara itu terkait mengembalikan lontar dan naskah kuno Museum Lontar Gedong Kirtya yang masih ada di masyarakat atau perpustakaan lain, sangat memungkinkan. Terlebih saat ini menurut Koster sudah ada undang-undang repatriasi. “Kalau sudah punya fasilitas yang memadai dan terawat dengan baik maka semua naskah dan warisan lama bisa dipindah dan dikembalikan,” paparnya.

Di tempat yang sama Cawabup Buleleng Gede Supriatna menambahkan untuk bangunan fisik Museum Gedong Kirtya menurutnya sangat sarat dengan sejarah. Lokasi museum yang ada di lingkungan Puri Gede Buleleng akan menjadi pertimbangan dan perlu kajian mendalam jika dilakukan penataan kembali. “Pilihannya apakah akan menjaga sisi historis gedung yang masih merupakan bangunan asli atau dibangun baru sekedar untuk punya gedung megah. Kalau saya lebih pada menjaga keberadaan sejarah dan melestarikan yang sudah ada,” papar Supriatna. 7 k23
Read Entire Article