Ada Trend Peningkatan Kasus Kekerasan Anak dan Perempuan

1 month ago 12
ARTICLE AD BOX
Pola sosialisasi ini digencarkan Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2KBP3A) Buleleng, menyusul tren peningkatan jumlah kasus.
 
Data Dinas P2KBP3A Buleleng jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak dari Januari-Oktober yang dilaporkan masyarakat sebanyak 57 kasus. Jumlah ini mengalami peningkatan dari akumulasi kasus di tahun 2023 sebanyak 56 kasus. Meski tidak signifikan persoalan ini menjadi perhatian serius Dinas P2KBP3A, agar tidak ada lagi penambahan kasus di sisa tahun ini.
 
Kepala Dinas P2KBP3A Buleleng, I Nyoman Riang Pustaka menyebut, segala upaya pencegahan dini sudah dilakukan pemerintah untuk menekan kasus ini. Mulai dari sosialisasi langsung ke sekolah-sekolah melalui duta anak dan genre yang telah dibentuk. Termasuk sosialisasi menggunakan seniman bondres, agar lebih menarik.
 
“Berkaca dari kasus-kasus yang kami tangani masih mendominasi kekerasan seksual dibandingkan kekerasan fisik, verbal atau kasus KDRT pada perempuan. Bahkan ada pergeseran subjek, sekarang tidak hanya korbannya yang anak-anak tetapi pelakunya juga masih di bawah umur, ini ancaman serius bagi kita semua,” terang Riang.
 
Dinas P2KB3A sebagai leading sektor, mengajak semua unsur untuk bersama menangani persoalan ini. Salah satu dukungan yang diperlukan adalah peran kontrol orang tua yang paling dekat dengan anak-anaknya. Kebebasan penggunaan gadget saat ini cukup memberi peran dalam kasus-kasus kekerasan yang terjadi.
 
“Fungsi kontrol dari orang tua berperan penting dalam tumbuh kembang anak. Selain juga upaya kami di pemerintah dan lingkungan sekolah mencegah dan penguatan pemahaman anak. Harapan kami orang tua memberikan perhatian lebih kepada anak-anak terutama dalam menggunakan gadget sehari-hari dan pergaulan di luar jam sekolah,” harap Riang.
 
Sementara itu wacana pemerintah untuk memahami penggunaan gadget untuk hal negatif, sejauh ini belum menemukan pola yang tepat. Menurut Riang pembatasan penggunaan gadget dan akses internet hanya bisa dilakukan di lingkungan sekolah. Sedangkan di luar itu, pemerintah atau sekolah sudah tidak punya kendali untuk mengatur hal yang bersifat pribadi.7 k23
Read Entire Article