Dua Tempat Usaha Spa di Wilayah Badung Digerebek Petugas Dit Reskrimum Polda Bali

1 month ago 23
ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Dua tempat usaha spa di wilayah Badung, yakni Flame Spa dan Pink Palace Bali Spa digerebek aparat Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Bali. Dua tempat usaha dengan izin pijat tradisional ini digerebek polisi karena di dalamnya menjalankan prostitusi. Dari dua tempat tersebut diamankan 11 orang tersangka. Para tersangka ini memiliki peran masing-masing mulai dari pemilik, manager, hingga resepsionis. 

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum (Wadir Reskrimum) Polda Bali, AKBP I Ketut Suarnaya saat gelar jumpa pers di lobi Dit Reskrimum Polda Bali, Jalan WR Supratman Nomor 7 Denpasar, Jumat (11/10) sore mengungkapkan kedua tempat spa tersebut digerebek pada waktu berbeda. Pertama digerebek Flame Spa, yaitu pada Senin (2/9) sore sekitar pukul 17.30 Wita. Sembilan hari kemudian atau Rabu (11/9) malam sekitar pukul 21.10 Wita gerebek Pink Palace Bali Spa. 

Selain mengamankan 11 tersangka dari dua tempat ini, polisi juga mengamankan berbagai jenis barang bukti, misalnya kondom bekas pakai maupun yang belum dipakai, alat elektronik, handuk, mobil, dan lainnya. Para tersangka dan barang bukti itu kini diamankan di Polda Bali untuk pengembangan lebih lanjut. Sampai saat ini penyidik masih melakukan pengembangan guna mengungkap kasus tersebut secara terang benderang. 

AKBP Suarnaya merinci, lima orang yang ditetapkan tersangka di Flame Spa masing-masing berinisial Ni Ketut SAN,38, (selaku pemilik dan jabatannya komisaris), Ni Made PS,38, (selaku direktur), AC,37, (selaku marketing), RAB dan Ni Kadek WHS (selaku resepsionis). Kelima tersangka ini dijerat Pasal 29 dan atau Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan atau pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulan Jo pasal 55 KUHP.

Sementara enam orang yang ditetapkan tersangka di Pink Palace Bali Spa masing-masing berinisial WS,37, (selaku direktur), NMWS (selalu general manager), WW,29, dan IGNJ,33, (selaku resepsionis), MJLG,50, dan LJLG,44, (selaku owner). 

Kedua owner MJLG dan LJLG merupakan pasangan suami istri (Pasutri) berkebangsaan Australia. Di tempat para tersangka ini ditemukan satu orang terapis perempuan berinisial NSP berusia 17 tahun atau masih di bawah umur. Keenam tersangka ini dijerat Pasal 76 I Jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 10 tahun dan atau Pasal 29 dan atau Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan atau pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun empat bulan Jo pasal 55 KUHP.

"Kedua tempat usaha ini izinnya pijat tradisional, tetapi di dalamnya ada spa dan prostitusi. Di Flame Spa harganya kisaran Rp 1 juta sampai 1,9 juta. Di tempat ini hanya pijat sampai orgasme. Sementara di Pink Palace Bali Spa tarifnya kisaran Rp 1 juta sampai Rp 2,5 juta. Di tempat ini pijatnya sampai berhubungan badan. Harga sesuai dengan treatment," beber AKBP Ketut Suarnaya. 

Omzet dari Flame Spa kisaran Rp 180 juta sampai 200 juta per bulan. Sementara di Pink Palace Bali Spa dalam sebulan kisaran Rp 1 miliar sampai Rp 3 miliar. Sebagian besar pelanggan mereka adalah warga negara asing (WNA). Sementara terapis yang mereka pekerjakan semuanya warga negara Indonesia berjumlah sekitar 20-30 orang.

Kedua tempat usaha ini ungkap AKBP Suarnaya beroperasi sudah setahun lebih. Keberadaan kedua tempat esek-esek ini terungkap awalnya ada laporan dari masyarakat. Sebelum akhirnya digerebek pihak kepolisian, terlebih dahulu dilakukan pendalaman. Setelah dipastikan benar menjalankan bisnis prostitusi berkedok pijat tradisional langsung dilakukan penggerebekan. "Kedua tempat usaha berkedok pijat tradisional, padahal di dalamnya ada spa dan prostitusi. Sebagian dari terapis kita mintai keterangan, termasuk salah satunya anak di bawah umur. Para terapis ini sebenarnya korban. Mereka dijadikan alat untuk menghasilkan profit. Sementara para tersangka adalah semua orang yang menjalankan bisnis tersebut," pungkasnya. 7 pol
Read Entire Article