ARTICLE AD BOX
Sidang dengan agenda pembacaan pembelaan terdakwa atau pledoi tersebut digelar di Ruang Sidang Cakra Pengadilan Negeri (PN) Singaraja.
Dalam pledoinya, terdakwa Widyasmita meminta majelis hakim yang menyidangkan perkara ini membebaskan dia dari dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Pledoi itu dibacakan oleh penasehat hukum terdakwa, Ferdiansyah. Ia menyebutkan jika Widyasmita adalah korban penyalahgunaan narkoba yang mestinya direhabilitasi.
Ferdiansyah menyebut, dalam membuat dakwaan, jaksa mengabaikan hak kliennya yang seharusnya mendapatkan asesmen rehabilitasi sesuai dengan surat keterangan dokter. Ia kemudian membeberkan sejumlah peraturan bersama lembaga negara mengenai rehabilitasi medis bagi korban penyalahgunaan narkotika.
“Berdasarkan peraturan bersama tersebut seharusnya terdakwa pada saat ditangkap segera dilakukan assesmen di Tim Assassment terpadu, dan mendapatkan rehabilitasi di rumah sakit ketergantungan obat, dan bukannya dipaksakan untuk diposisikan sebagai tersangka,” ujarnya.
Ia menyampaikan, terdakwa Widyasmita ditangkap polisi di rumahnya di Banjar Dinas Sari, Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt dan bukan di dalam bilik kamar rumah di Banjar Dinas Dajan Pura, Desa Sidetapa, Kecamatan Banjar, tempat barang bukti shabu dan perlengkapannya ditemukan. Saat ditangkap, terdakwa disebut bukan sedang mengkonsumsi shabu.
Sehingga penasehat hukum menilai barang bukti yang ditetapkan oleh jaksa bukan milik Widyasmita. Barang bukti itu yakni satu plastik klip berisi shabu seberat 0,19 gram, satu buah pipet kaca berisi residu shabu, satu buah alat hisap sabu, serta beberapa barang lainnya. Adapun bukti yang disebut milik terdakwa hanya ponsel yang disita saat penggeledahan.
“Sehingga dalam surat dakwaan dan surat tuntutan yang menyatakan semua barang bukti tersebut diatas adalah milik dari terdakwa Widyasmita alias adalah salah dan keliru. Karena tidak sesuai dengan fakta persidangan. Semua barang bukti tersebut di atas oleh JPU juga dikatakan milik terdakwa lain,” ujar Ferdiansyah.
Di sisi lain, ia menduga kasus yang menjerat Widyasmita tersebut sarat dengan kepentingan politik karena kliennya tersebut menjabat sebagai Perbekel Desa Pengastulan.
Dengan berbagai pertimbangan itu, ia meminta pada majelis hakim untuk membebaskan kliennya dari dakwaan Pasal 112 Ayat (1) dan Pasal 132 Ayat (1) UU RI No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Ia juga meminta hakim membebaskan Widyasmita dari tuntutan hukuman 12 bulan atau 1 tahun penjara.
“Apabila majelis hakim berpendapat lain pada perkara ini mohon putusan yang seadil-adilnya. Atau jika terdakwa Widyasmita terbukti bersalah mohon kepada yang mulia majelis hakim untuk memberikan putusan seringan-ringannya,” tandasnya.
Usai pembacaan pledoi tersebut, majelis hakim menunda sidang pada Rabu (4/12) dengan agenda pembacaan replik atau tanggapan jaksa atas pledoi terdakwa.
Untuk diketahui, Perbekel Desa Pengastulan, Putu Widyasmita ditangkap karena penyalahgunaan narkoba oleh penyidik Sat Resnarkoba Polres Buleleng pada 6 Juni 2024 lalu. Saat ditangkap, Widyasmita masih aktif menjabat sebagai Perbekel.
Penangkapan itu bermula ketika polisi menggerebek sebuah rumah warga yang diduga kerap digunakan untuk transaksi narkoba di Desa Sidatapa, Kecamatan Banjar, Buleleng. Di rumah tersebut, polisi mengamankan Made Suardika, 34, asal Banjar Dinas Sari, Desa Pengastulan, Kecamatan Seririt, yang merupakan teman Widyasmita.
Suardika ditangkap diduga usai menggunakan shabu dengan Widyasmita dan seseorang bernama Putra Sariadi, 28. Saat itu keduanya disebut sudah pulang. Setelah mendapatkan informasi tersebut, polisi kemudian mengejar keduanya. Widyasmita lalu ditangkap di Desa Pengastulan dan dibawa ke Mapolres Buleleng.7 mzk