ARTICLE AD BOX
DENPASAR, NusaBali
Kalangan industri pariwisata Bali, diantaranya Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) meminta pemerintah menunda kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen. Ada beberapa alasan yang mendasari harapan tersebut.
Antara lain, sektor pariwisata Bali baru dalam recovery, sehingga kondisi yang tidak berbeda dengan ekonomi Bali. Sedang di pihak lain pengusaha punya tanggung jawab untuk membayar angsuran kepada bank pasca berakhirnya masa relaksasi. Bantuan dana soft loan (pinjaman lunak) dari pemerintah juga tidak ada lagi.
“Kita bukan menolak, tetapi minta penundaan,” ujar Ketua BPC PHRI Badung, I Gusti Agung Rai Suryawijaya atau Rai Suryawijaya, Rabu (20/11).
Paling tidak, penundaan selama setahun sampai dengan 2026 nanti dengan perkiraan ekonomi benar- benar sudah peak,” ujar Rai Suryawijaya, tokoh pariwisata asal Desa Dalung, Kecamatan Kuta Utara, Badung ini.
Di pihak lain, industri atau pengusaha punya tanggung jawab dan kewaiiban lain yang tak kalah penting, yaitu penyesuaian kewajiban pembayaran pendapatan kepada karyawan yang mengacu pada ketentuan berlaku. Salah satunya penyesuaian pembayaran yang mengacu pada besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) dan Upah Minimum Kota/Kabupaten (UMK).
“Yang tentunya besarannya akan naik,” ujarnya.
Kalau memang PPN 12 persen dipaksakan diterapkan, Rai Suryawijaya mengatakan sudah tentu memberatkan industri yang baru saja menata usaha dan malaksanakan kewajiban-kewajiban sebelumnya yang sempat terhenti pada saat pandemi Covid-19.
Kompensasinya dengan meningkatkan harga atau tarif, menurut Rai Suryawijaya juga berat. Hal ini bisa kontraproduktfi dengan upaya memulihkan dan meningkatkan kunjungan wisatawan dan pariwisata Bali secara umum. Karena tarif atau harga termasuk servis atau layanan dan promosi pariwisata untuk menggenjot kunjungan wisatawan.
“Jadi kalau menaikkan harga, dampaknya juga berat,” kata Rai Suryawijaya. Karena itulah, ulang Rai Suryawijaya, meminta pemerintah menunda penerapan PPN 12 persen. “Sekali lagi bukannya tidak setuju, namun menunda dulu pelaksanaannya. Paling tidak hingga 2026, “ katanya.
Sebagaimana diketahui mulai 1 Januari 2025 Pajak Pertambahan Nilai /PPN 12 persen akan diterapkan pemerintah mulai 1 Januari 2025.PPN 12 persen tersebut mengacu Undang-Undang /UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. K17.